DELAPANTOTO – mencengangkan terungkap dari data transaksi perjudian daring atau judol yang melibatkan warga penerima bantuan sosial (bansos). Berdasarkan hasil penelusuran aparat penegak hukum dan otoritas keuangan, Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah penerima bansos terbanyak yang terdeteksi bermain judol. Nilai transaksinya tidak main-main, mencapai Rp 199 miliar.
Temuan ini mengundang keprihatinan mendalam karena pelaku sebagian besar merupakan masyarakat dari kelompok ekonomi bawah yang sejatinya menerima bantuan dari negara. Ironisnya, bantuan tersebut justru digunakan sebagian untuk aktivitas yang ilegal dan merugikan secara sosial maupun ekonomi.
Pihak berwenang mengungkap bahwa aktivitas judol di kalangan penerima bansos kerap dilakukan melalui aplikasi ponsel dengan metode pembayaran digital, termasuk e-wallet. Dalam periode tertentu, tercatat puluhan ribu transaksi dengan nominal bervariasi.
Menanggapi hal ini, pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial menyatakan akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme penyaluran bansos. Pemeriksaan data penerima akan diperketat, termasuk kemungkinan pencoretan nama dari daftar penerima jika terbukti menyalahgunakan bantuan untuk perjudian.
“Bansos diberikan untuk meringankan beban hidup, bukan untuk digunakan dalam aktivitas yang melanggar hukum. Kami tidak akan mentolerir penyalahgunaan semacam ini,” tegas perwakilan Kemensos.
Sementara itu, aparat kepolisian dan satuan siber sedang mendalami jaringan dan modus penyebaran platform judol di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Beberapa akun dan dompet digital telah diblokir. Penyelidikan juga diarahkan kepada penyedia layanan dan operator yang memfasilitasi transaksi ini.
Pemerintah daerah di Jawa Barat turut diminta aktif melakukan sosialisasi mengenai bahaya judol, sekaligus meningkatkan pengawasan di tingkat kelurahan dan RT/RW.
Keterlibatan penerima bansos dalam praktik judol tidak hanya mencoreng program perlindungan sosial, tetapi juga membuka ancaman kerawanan sosial baru, termasuk potensi kriminalitas dan kemiskinan struktural yang semakin sulit diatasi.
Pakar kebijakan publik mengingatkan bahwa pendekatan penanggulangan tidak bisa semata-mata bersifat represif, tetapi juga harus dibarengi edukasi finansial dan penguatan ekonomi keluarga.
Sumber: lintasindonesai.co.id
Tidak ada komentar